
Dorong Lapangan Kerja, Kemenperin Luncurkan Kredit Industri Padat Karya


Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memperkuat sektor industri padat karya melalui berbagai kebijakan strategis. Salah satunya dengan menyiapkan Kredit Industri Padat Karya (KIPK) yang menjadi bagian dari Paket Kebijakan Ekonomi untuk Kesejahteraan. Skema ini hadir guna mendukung revitalisasi mesin produksi, meningkatkan produktivitas, memperluas lapangan kerja, serta menjaga daya saing sektor-sektor seperti tekstil, produk tekstil, sepatu, hingga industri furnitur.
Terbitnya Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 34 Tahun 2025 tentang Kriteria Penerima KIPK menjadi tonggak penting untuk mempercepat penyaluran kredit bagi industri padat karya. ”Melalui fasilitas ini, kami berharap pelaku industri dapat memperkuat permodalannya, memperluas usaha, sekaligus membuka lebih banyak lapangan kerja,” ungkap Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan, dan Akses Industri Internasional (KPAII) Kemenperin, Tri Supondy, saat membuka Sosialisasi Permenperin 34/2025 di Jakarta (19/08).
Permenperin Nomor 34 Tahun 2025 menetapkan kriteria penerima KIPK, di antaranya wajib memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), akun Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas), serta mempekerjakan sedikitnya 50 tenaga kerja selama minimal satu tahun terakhir. Selain itu, usaha yang mengajukan harus sudah berjalan minimal dua tahun dan bebas dari catatan kredit bermasalah.
Skema kredit ini ditujukan untuk pembelian mesin atau peralatan produksi baru, pembelian mesin atau peralatan produksi baru dan modal kerja, hingga pembiayaan ulang mesin yang berusia maksimal dua tahun. Plafon pinjaman berkisar Rp500 juta hingga Rp10 miliar, dengan tenor maksimal 8 tahun serta subsidi bunga sebesar 5 persen per tahun. Pemerintah menargetkan penyaluran sebesar Rp20 triliun pada 2025 dengan penerima antara 2.000 hingga 10.000 usaha padat karya.
Sebanyak 12 bank telah ditetapkan sebagai penyalur Kredit Industri Padat Karya (KIPK), di antaranya BNI, BRI, Bank Bukopin, Bank Nationalnobu, BPD Bali, BPD DIY, BPD Jawa Tengah, BPD Sumatera Utara, Bank Aceh Syariah, BPD Kalimantan Tengah, Bank Mandiri, serta Bank Kalimantan Barat. Menanggapi hal ini, Sekretaris Direktorat Jenderal KPAII, Syahroni Ahmad menegaskan peran penting perbankan dalam mendukung keberhasilan program ini. “Kolaborasi dengan 12 bank penyalur menjadi kunci untuk memastikan KIPK benar-benar menjangkau industri padat karya yang membutuhkan, sehingga mereka dapat meningkatkan kapasitas produksi dan memperluas lapangan kerja,” ujarnya.
Subsektor yang berhak memperoleh fasilitas ini meliputi industri makanan dan minuman, tekstil, pakaian jadi, kulit dan alas kaki, furnitur, serta mainan anak. Penyaluran kredit akan diawasi melalui mekanisme evaluasi rutin setiap tahun agar tetap tepat sasaran dan sesuai regulasi.
Sebagai penutup, Dirjen KPAII menegaskan keseriusan Kemenperin dalam mempercepat implementasi kebijakan ini. Ia menilai, sinergi antara pemerintah, perbankan, dan pelaku usaha akan menjadikan KIPK sebagai pendorong utama pertumbuhan industri sekaligus perluasan lapangan kerja. “Dengan begitu, KIPK diharapkan tidak hanya memperkuat sektor industri, tetapi juga memberi manfaat nyata bagi kesejahteraan masyarakat,” tutupnya.
Demikian Siaran Pers ini untuk disebarluaskan.