
Kemenperin Gandeng BPD Bali untuk Penyaluran Perdana Kredit Industri Padat Karya


Perekonomian Bali selama ini dikenal bertumpu pada sektor pariwisata. Namun, perkembangan industri manufaktur di daerah ini juga memiliki peran penting yang dapat berdampak pada tingkat nasional. Industri padat karya di Bali, khususnya yang bergerak di bidang tekstil, pakaian jadi, makanan-minuman, hingga furnitur, memiliki potensi besar dalam menyerap tenaga kerja dan menggerakkan rantai pasok nasional, termasuk tentunya sebagai rantai pasok untuk sektor Pariwisata. Melihat peluang tersebut, pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendorong hadirnya akses pembiayaan yang lebih luas bagi para pelaku industri.
“Penandatanganan kerja sama dengan Bank Pembangunan Daerah (BPD) Bali ini menjadi langkah awal yang sangat strategis, mengingat Bali merupakan daerah dengan basis industri kreatif dan padat karya yang kuat. Kehadiran pembiayaan ini akan semakin memperkuat peran industri dalam menyerap tenaga kerja dan mendukung ekonomi nasional,” ungkap Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan, dan Akses Industri Internasional (KPAII) Kemenperin, Tri Supondy, dalam sambutannya pada acara Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama Pembiayaan antara Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Kredit Industri Padat Karya (KIPK) dengan BPD Bali, di Denpasar (26/8).
Kemenperin sebelumnya telah menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 34 Tahun 2025 tentang Kriteria Penerima Kredit Industri Padat Karya. Melalui aturan ini, enam sektor industri berpotensi besar untuk memperoleh fasilitas KIPK, yaitu makanan dan minuman, tekstil, pakaian jadi, kulit dan alas kaki, furnitur, serta mainan anak. Kredit ini dapat dimanfaatkan untuk pembelian mesin, peralatan produksi, maupun modal kerja.
BPD Bali menjadi bank penyalur pertama yang menandatangani Perjanjian Kerja Sama Pembiayaan (PKP) dengan Ditjen KPAII Kemenperin selaku KPA KIPK. Langkah ini tidak hanya menandai komitmen kuat BPD Bali dalam mempercepat implementasi program pemerintah yang berorientasi pada perluasan lapangan kerja melalui sektor industri, tetapi juga membuka akses yang lebih jelas bagi pelaku usaha. Calon debitur dari sektor industri padat karya dapat mengajukan permohonan pembiayaan melalui BPD Bali dengan memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dalam Permenperin Nomor 34 Tahun 2025. Setelah pengajuan, bank akan melakukan verifikasi dan analisis kelayakan usaha, kemudian proses tersebut akan dilanjutkan dengan penjaminan melalui lembaga penjamin seperti Jamkrindo, Askrindo, atau Jamkrida Bali. Jika seluruh persyaratan terpenuhi, kredit dapat segera dicairkan untuk dapat digunakan untuk pembelian mesin dan peralatan produksi serta modal kerja. Skema ini diharapkan dapat mempermudah pelaku industri, khususnya di Bali, dalam memperoleh permodalan yang terjangkau dan berdaya guna.
Direktur Utama BPD Bali, I Nyoman Sudharma, menegaskan kesiapan pihaknya untuk menyalurkan kredit ini kepada para pelaku industri. “Kami menyambut baik kerja sama ini, karena sejalan dengan misi BPD Bali untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Dengan adanya KIPK, kami optimistis sektor industri padat karya di Bali akan semakin berkembang dan memberikan dampak nyata bagi masyarakat,” ujarnya.
Acara penandatanganan ini turut dihadiri oleh Direktur Kredit, para Kepala Divisi dan KCB BPD Bali, Kepala Cabang BPJS TK Denpasar, Direktur Utama Jamkrida Bali, pimpinan wilayah dan cabang Jamkrindo serta Askrindo, Direktur Ketahanan dan Iklim Usaha Industri Kemenperin, hingga Kepala Balai Diklat Industri Denpasar. Kehadiran berbagai pemangku kepentingan ini menjadi bukti dukungan bersama dalam mengawal kelancaran program KIPK.
Menutup acara, Tri Supondy menyampaikan harapannya agar BPD Bali dapat segera merealisasikan penyaluran KIPK sesuai plafon yang telah ditetapkan. “Kami siap terus berkoordinasi dengan BPD Bali untuk memastikan program ini berjalan efektif dan benar-benar memberi manfaat bagi pelaku industri serta masyarakat luas,” pungkasnya.
Demikian Siaran Pers ini untuk disebarluaskan.