
KIPK Jadi Motor Baru Peningkatan Produktivitas dan Lapangan Kerja Nasional


Pemerintah terus mendorong pertumbuhan sektor industri padat karya sebagai bagian dari strategi besar Paket Kebijakan Ekonomi untuk Kesejahteraan. Salah satu langkah konkret adalah menyiapkan pembiayaan khusus untuk revitalisasi mesin dan peralatan produksi, demi meningkatkan produktivitas sekaligus memperluas lapangan kerja. Upaya ini juga diperkuat dengan deregulasi besar-besaran agar sektor makanan dan minuman, tekstil, pakaian jadi, kulit, furnitur, hingga mainan anak mampu lebih kompetitif dan menarik investasi baru.
KIPK dirancang untuk membantu industri padat karya agar tetap bertahan dan berkembang. “Melalui program ini, pemerintah hadir memberikan akses pembiayaan dengan bunga ringan untuk pembelian mesin baru maupun modal kerja, sehingga industri bisa lebih produktif dan mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak,” ujar Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan, dan Akses Industri Internasional (KPAII) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Tri Supondy pada forum Focus Group Discussion (FGD) Optimalisasi Penyaluran Kredit Alsintan dan Kredit Industri Padat Karya (KIPK) di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jawa Barat (20/8).
KIPK sendiri ditujukan bagi pelaku usaha yang bergerak di enam sektor prioritas, yakni makanan dan minuman, tekstil, pakaian jadi, kulit dan alas kaki, furnitur, serta mainan anak. Untuk bisa memanfaatkan fasilitas ini, perusahaan wajib memenuhi sejumlah kriteria seperti mempekerjakan minimal 50 tenaga kerja, sudah beroperasi minimal dua tahun, dan memiliki perizinan lengkap. Hal ini menjadi filter agar penerima benar-benar usaha yang layak dan potensial berkembang.
Hadir dalam forum tersebut sejumlah pejabat lintas kementerian/lembaga dan pemerintah daerah, di antaranya Deputi I Bidang Koordinasi Pengelolaan dan Pengembangan Usaha BUMN Kemenko Perekonomian, Kepala Kantor Perwakilan BI Jawa Barat, Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat, serta perwakilan dari Kementerian Keuangan dan Kementerian Pertanian. Kehadiran para pemangku kepentingan ini diharapkan dapat memperkuat sinergi dalam memperluas penyaluran KIPK ke lebih banyak perusahaan.
Direktur Ketahanan dan Iklim Usaha Industri Kemenperin, Binoni Napitupulu dalam paparannya menyampaikan bahwa hingga kini pemerintah telah menargetkan plafon kredit sebesar Rp20 triliun untuk tahun 2025 dengan potensi penerima mencapai 2.000 hingga 10.000 usaha Padat karya. “Saat ini, baru sekitar Rp744 miliar yang sudah ditetapkan dgn 347 calon penerima oleh 12 bank penyalur. Artinya, masih ada ruang sangat besar untuk mendorong optimalisasi penyaluran agar target Rp20 Triliun bisa tercapai,” ungkapnya.
Untuk memastikan program berjalan transparan dan tepat sasaran, pemerintah telah menyiapkan sejumlah regulasi pendukung. Di antaranya Permenko Nomor 4 Tahun 2025 sebagai pedoman pelaksanaan, PMK Nomor 55 Tahun 2025 terkait tata cara subsidi bunga, serta Permenperin Nomor 34 Tahun 2025 yang mengatur kriteria penerima KIPK. Selain itu, Kemenperin juga tengah menyiapkan petunjuk teknis pembayaran subsidi bunga yang akan mempermudah proses bagi perbankan penyalur.
FGD ini menjadi momentum penting untuk menyerap masukan sekaligus menyamakan langkah dalam memperkuat pembiayaan sektor padat karya. “Kami berharap sinergi antara kementerian, pemerintah daerah, perbankan, dan pelaku usaha dapat mempercepat penyaluran KIPK, sehingga manfaatnya benar-benar dirasakan oleh masyarakat luas melalui terciptanya lapangan kerja baru dan peningkatan daya saing industri nasional,” tutup Tri Supondy.
Demikian Siaran Pers ini untuk disebarluaskan.