Menuju Kebijakan Zero ODOL (Over Dimension Over Load)

Menuju Kebijakan Zero ODOL (Over Dimension Over Load)

ODOL (Over Dimension Over Load) adalah kondisi ketika truk angkutan bahan bangunan, industri atau niaga dengan barang yang diangkut melebihi kapasitas maksimal dari truk dari sisi berat maupun dimensi.  Kamis, 15 Februari 2024, di ruang rapat Weh Ditjen. KPAII lantai 14 gedung Kementerian Perindustrian, diadakan rapat Pentahapan Kesiapan Kebijakan Zero ODOL  diikuti oleh perwakilan Pembina Sektor (Ditjen. ILMATE, Ditjen. IKFT, dan Ditjen. Agro) dan perwakilan Unit Eselon II Ditjen. KPAII. Rapat dipimpin oleh Direktur Ketahanan dan Iklim Usaha Industri (KIUI) Ibu Binoni Tio A. Napitupulu dan dihadiri juga oleh dua nara sumber dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) yaitu Bapak Deny Kusdyana sebagai Kasubdit PengendalianOperasional, Dit. Lalu lintas jalan, Ditjen Hubdat, Kemenhub dan Bapak Andro Marcello Zetga sebagai Analis Spesifikasi Teknis Kenderaan, Dit. Saranan Trasnportasi Jalan, Ditjen Hubdat, Kemenhub.

Direktur KIUI dalam membuka rapat menjabarkan beberapa hal antara lain progres pelaksanaan Zero ODOL 2017-2023, usulan pentahapan implementasi Zero ODOL pasca Pandemi Covid-19, dan Direktorat KIUI selalu mengawal dan mengingatkan pembina sektor industri untuk tetap Zero ODOL. Ketiga penjabaran Direktur KIUI tersebut sebagai bagian dari komitmen Kemenperin mendukung Zero ODOL karena kondisi di lapangan saat ini masih banyak kendaraan ODOL yang melintas dan teridentifikasi sebagai penyebab kecelakaan lalulintas ke 2 (dua) setelah kendaraan bermotor sehingga dengan melihat kondisi saat ini hanya waktu kapan tepatnya zero ODOL diterapkan.

Setelah pembukaan oleh Ibu Direktur KIUI dilanjutkan oleh paparan narasumber pertama yaitu Direktur Lalu Lintas Jalan dalam hal ini disampaikan oleh Bapak Deny Kusdyana, sebagai Kasubdit Pengendalian Operasional menyampaikan bahwa permasalahan ODOL adalah tanggung jawab bersama pemerintah. Juga memaparkan progres rencana pelaksanaan Zero ODOL termasuk adanya pengajuan penundaan dari asosiasi di tahun 2017 hingga akhirnya 24 Februari 2020 menyepakati pemberlakuan Zero ODOL di tahun 2023. Sejak tahun 2023 pelan-pelan sudah melakukan penindakan pelanggaran kendaraan angkutan barang, mayoritas kendaraan yang melanggar daya angkut melebihi muatan di atas 5% sampai 20%. Juga memaparkan kinerja pengawasan jumlah kendaraan angkutan barang yang masuk jembatan timbang sangat rendah 5 – 6 % yang disebabkan oleh rendahnya kesadaran pengemudi untuk masuk ke jembatan timbang, kapasitas kinerja tidak sesuai, keterbatasan SDM dimasing-masing jembatan timbang sehingga tidak dapat berorasi dengan optimal. Selain itu dipaparkan beberapa fakta-fakta lain terkait permasalahan kinerja pengawasan:

1.     Ancaman dan friksi social kerap terjadi pada saat pelaksanaan pengawasan.

2.     Peluang dan potensi kolusi sangat terbuka, pengawasan sulit.

3.     Profesi PPNS kurang diminati, tidak ada insentif dan resiko kerja tinggi.

4.     Kendaraan niaga naik 3,7% pertahun dan 49% beroprasi di pulau Jawa.

Selain itu, Bapak Deny Kusdyana juga memaparkan bagaimana nanti penerapan lalulinta jalan pada masa angkutan lebaran juga memaparkan critical items pembatasan operasional  kendaraan angkutan barang.

Narasumber kedua adalah Andro Marcello Zetga, Analis Spesifikasi Teknis Kenderaan Dit. Sarana Trasnportasi Jalan, Kemenhub. Dalam paparannya menekankan dan mengingatkan bahwa keselamatan jiwa manusia di jalan yang utama. Bapak Andro menyampaikan referensi dari APEC study 2021, faktor yang menyebabkanterjadikecelakaan:

1.     Faktor manusia (factor keselamatan lebihutama dari pada faktor ekonomi)

2.     Faktor kendaraan (kurangnya pemeliharaan kenderaan)

3.     Faktor prasaranajalan (kondisi jalan yang kurang memadai)

4.     Faktor manajemen dan regulasi (penegakan terhadap pelanggaran)

Juga dijelaskan beberapa hal akibat dari ODOL antara lain, kendaraan beroperasi di luar parameter keselamatan, penggunaan kendaraan tidak sesuai dengan desain, terjadi kerusakan infrastruktur (jalan, jembatan, fasilitas pendukung jalan dan system drainase), terjadi peningkatan biaya operasional secara keseluruhan, terjadi inefisiensi pelayanan lalulintas (kemacetan), mengancam keselamatan pengendara dan pengguna jalan lain.